Senin, 27 April 2009

AMPUTASI

amputasi

Berikut adalah kumpulan artikel tentang pasien yang diamputasi. Ini berguna untuk anda yang sedang mencari bahan dan data-data untuk dijadikan makalah atau pun skripsi. SELAMAT MENIKMATI.

Amputasi

Amputasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk menyelamatkan seluruh tubuh dengan mengorbankan bagian tubuh yang lain. Terdapat berbagai sebab mengapa dilakukan amputasi. 70% amputasi dilakukan karena penyumbatan arteri yang sebagian besar disebabkan oleh diabetes melitus; 30% amputasi dilakukan karena adanya trauma; 5% amputasi dilakukan karena adanya tumor dan 5% lainnya karena cacat kongenital.

90% dari orang yang diamputasi mengalami apa yang disebut sebagai phantom pain. Phantom pain adalah rasa sakit, nyeri, gatal atau sensasi lainnya yang dirasakan pada bagian tubuh yang diamputasi dan seolah-olah bagian tubuh tersebut masih ada.

Tidak diketahui secara pasti penyebab dari phantom pain namun diperkirakan bahwa asal mula fenomena misterius ini adalah dari bagian otak yang bernama cortex somatosensorik. Cortex somatosensorik merupakan bagian otak yang menyimpan semua peta somatotopik yang berisi mengenai bagian-bagian tubuh kita.

Pada pasca amputasi terjadi perubahan peta somatotopik akibat kehilangan salah satu bagian dari peta tersebut. Ini mengakibatkan otak meresponsnya dengan menyambung kembali sirkuit-sirkuit yang tidak lagi menerima impuls dari bagian yang diamputasi. Adanya perubahan ini mungkin akan menimbulkan impuls yang akhirnya dipersepsikan sebagai nyeri. Peristiwa ini juga berkaitan dengan fluktuasi tiga substrat penting yaitu kortisol, serotonin, dan substansi P yang mempengaruhi proses neuroplastisitas, memori, dan nyeri. Perubahan-perubahan inilah yang menjadi penyebab terjadinya phantom pain.

Namun, kehilangan anggota badan tidak berarti kehilangan representasinya di otak. Teori Neuromatriks dari Melzack mengenai adanya engram pada fenomena phantom menyatakan bahwa tubuh adalah sebagai kesatuan bagian dari diri sendiri. Persepsinya tidak akan hilang dan pada kondisi tertentu akan dimunculkan kembali ke perrnukaan.

Dalam perjalanan waktu, pasca amputasi anggota gerak akibat trauma pada manusia dewasa, terjadi perubahan signifikan pada karakteristik fenomena phantom yang merupakan konsekuensi neuroplastisitas sentral. Adaptasi sentral berkaitan dengan adaptasi perifer yang diikuti penumpukan kadar kortisol, substansi P, dan peningkatan serotonin dalam masa 6 bulan pasca amputasi. Ditemukan perubahan signifikan menunjukkan adanya korelasi antara berbagai faktor fisik maupun kimiawi. Berbagai perubahan karakteristik ini dipercepat dengan penggunaan aktif prostesis fungsional. Dapat disimpulkan bahwa peran prostesis tidak hanya terbatas untuk aktifitas sehari-hari tapi terutama mempercepat perubahan karakteristik fenomena phantom.

Resiko phantom pain ini dapat meningkat apabila pasien mengalami nyeri sebelum amputasi. Telah diketahui bahwa orang yang mengalami nyeri pada bagian tubuh yang hendak diamputasi mempunyai kecenderungan untuk mengalami phantom pain segera setelah amputasi dilakukan. Hal ini mungkin terjadi karena otak masih menyimpan memori nyeri yang dirasakan dan terus mengirimkan sinyal nyeri walaupun bagian tubuh itu sudah tidak ada lagi. Lamanya phantom pain ataupun derajatnya berbeda pada masing-masing orang.

Bagaimana penatalaksanaan bagi pasien-pasien dengan phantom pain ini??
Sebetulnya tidak ada penatalaksanaan baku untuk kasus seperti ini. Obat-obatan seperti golongan antidepressan, anticonvulsan, dan opioid dapat menjadi pilihan.

Terapi lainnya yaitu dengan TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation). Pada TENS terdapat sebuah perangkat yang dapat menghambat impuls nyeri untuk sampai ke otak. Walaupun terapi ini aman dan tidak sakit, namun tidak semua kasus phantom pain dapat diatasi dengan metode ini.

Selain itu dapat juga dilakukan akupuntur, densitisasi pada bagian yang diamputasi, dan dengan mirror therapy. Pada mirror therapy, pasien dihadapkan pada kaca sehingga ia dapat melihat bahwa bagian tubuh yang sakit itu sebenarnya sudah tidak ada lagi.

Penelitian mengenai phantom pain kini masih terus berkembang dan diharapkan akan membawa kepada suatu penemuan baru dalam usaha penanggulangan fenomena ini.

Sumber:
Chan, Brenda L., Richard Witt, et al. The New England Journal of MedicineVolume 357:2206-2207 : “Mirror Therapy for Phantom Limb Pain”.
Halstead,Lauro S., Martin Grabois. Medical Rehabilitation. New York : Raven Press.
www.mayoclinic.com

Gara-gara Pengobatan Alternatif, Kaki Harus Amputasi

BANDUNG, RABU - Akibat berobat di tempat pengobatan alternatif, Ade Peri Hidayat (31), warga Kampung Sukasari Cebek Soreang, Kabupaten Bandung, harus merelakan kaki sebelah kirinya diamputasi.

"Saat ini, kondisi kaki sebelah kiri milik Ade telah berwarna hitam dan mengeluarkan bau daging busuk," ucap istrinya, Ida (28), di Ruang Perawatan Ortopedi Lantai 2, Rumah sakit Hasan Sadikin Bandung (RSHS), Selasa.

"Awalnya suami saya jatuh dari motor, terus kakinya terkilir. Lalu saya bawa berobat di tempat urut di daerah Cikalong Wetan dan ternyata bukannya sembuh malah jadi busuk," katanya kepada para wartawan.

Menurutnya, setelah dibawa ke tukang urut di daerah Cikalong Wetan, kaki suaminya dibalut oleh perban serta dilakukan pembebatan dengan menggunakan bambu di bagian kaki yang mengalami luka.

Ia menjelaskan, tujuan dilakukan pembebatan dengan menggunakan bambu untuk mengembalikan posisi tulang kaki suami supaya kembali pada keadaan normal.

Namun, setelah dilakukan pembebatan dengan menggunakan kayu tersebut, selama 10 hari, dari tanggal 1 hingga 10 Oktober 2008,bukanlah kesembuhan yang diterima oleh suaminya, melainkan tulang kering kaki sebelah kiri suaminya berubah berwarna hitam serta dagingnya menjadi busuk.

Salah seorang dokter spesialis ortopedi RSHS Bandung, dr Widya A Sp OT, mengatakan, sebenarnya kaki Ade dapat diselamatkan tanpa melakukan amputasi jika ditangani dengan baik dan sesuai prosedur medis.

Widya mengemukakan, kasus yang dialami Ade sebenarnya dapat diatasi dengan cepat jika tahu cara penanganan yang tepat.

Ia menyatakan, penyebab pembusukan pada kaki Ade karena proses pembebatan yang dilakukan terlalu berlebihan.

"Bisa saja, pas dilakukan pembebatan dengan kayu tadi, diikatnya terlalu kencang, lalu darah tidak mengalir ke bagian tersebut sehingga otot kakinya berwarna hitam dan busuk," kata Widya.

Dari peristiwa tersebut, ia berpesan supaya masyarakat lebih berhati-hati jika ingin berobat dengan metode pengobatan alternatif.

Namun, ia juga menyatakan, bukan berarti semua pengobatan alternatif akan berdampak negatif. "Tidak semua pengobatan alternatif berakibat buruk" tegasnya.

Madu Cegah Amputasi Pasien Diabetes

Mengoleskan madu pada bagian kaki yang luka, merupakan alternatif untuk menghindari terjadinya amputasi pada pasien diabetes. Hal tersebut dibuktikan oleh seorang dokter dari Universitas Wisconsin, AS, yang berhasil membantu pasien-pasiennya menghindari amputasi. Kini ia berencana menyebarkan terapi madu tersebut.

Menurut Profesor Jennifer Eddy dari University School of Medicine and Public Health, madu bisa membunuh bakteri karena sifat asamnya, selain itu madu juga efektif menghindari sifat kebal bakteri akibat penggunaan antibiotik. "Ini adalah hal yang penting dalam dunia kesehatan," katanya. Dalam terapi madu ini, bagian yang luka baru bisa diolesi setelah kulit mati dibersihkan.

Pasien diabetes memang seharusnya sejak dini memerhatikan secara serius bagian kaki, terutama untuk mencegah terjadinya luka yang berlanjut dengan infeksi. Memberi perhatian serius pada kaki dengan melakukan kontrol yang baik terhadap penyakit diabetes yang diidap disebabkan timbulnya gangguan pada kaki penderita diabetes.

Gangguan itu berupa kerusakan pada saraf dan kerusakan pembuluh darah dan infeksi yang membuat penderita diabetes mengalami mati rasa (baal) pada kakinya. Karena itu, biasanya penderita diabetes tidak menyadari terjadinya luka pada kaki karena tak langsung tampak.

Terapi madu telah digunakan sebagai pengobatan alternatif di Eropa, bahkan di Selandia Baru terapi ini dipakai untuk mengobati sulit tidur. Profesor Eddy mulai tertarik untuk mencoba terapi madu setelah mengetahui tradisi penggunaan madu dalam dunia pengobatan masa lampau.

Ia mulai melakukan uji coba sejak enam tahun lalu. "Saya mulai mencoba terapi ini setelah segala pengobatan gagal. Sejak kami memakai madu, penggunaan semua jenis antibiotik kami hentikan dan berhasil," katanya. Sampai saat ini penelitian tersebut masih berlanjut dan diharapkan selesai pada tahun 2008 atau 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar