Senin, 27 April 2009

Sakit jiwa karena faktor2 tertentu

Berikut adalah kumpulan artikel tentang pasien yang jiwa (zat dan obat2). Ini berguna untuk anda yang sedang mencari bahan dan data-data untuk dijadikan makalah atau pun skripsi. SELAMAT MENIKMATI.

Sakit jiwa

Seorang yang diserang penyakit jiwa (Psychose), kepribadiannya terganggu, dan selanjutkan kurang mampu menyesuaikan diri dengan wajar, dan tidak sanggup memahami problemnya. Seringkali orang yang sakit jiwa, tidak merasa bahwa ia sakit, sebaliknya ia menganggap bahwa dirinya normal saja, bahkan lebih baik, lebih unggul dan lebih penting dari orang lain.

Sakit jiwa itu ada 2 macam, yaitu :

Pertama : yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada anggota tubuh. Misalnya otak, sentral saraf atau hilangnya kemampuan berbagai kelenjar. hal ini mungkin disebabkan oleh karena keracunan akibat minuman keras, obat-obatan perangsang atau narkotik, akibat penyakit kotor dan sebagainya.

Kedua : disebabkan oleh gangguan-gangguan jiwa yang telah berlarut-larut sehingga mencapai puncaknya tanpa suatu penyelesaian secara wajar atau hilangnya keseimbangan mental secara menyeluruh, akibat suasana lingkungan yang sangat menekan, ketegangan batin dan sebagainya.

1.Schizophrenia

Schizophrenia adalah penyakit jiwa yang paling banyak terjadi dibandingkan dengan penyakit jiwa lainnya, penyakit ini menyebabkan kemunduran kepribadian pada umumnya, yang biasanya mulai tampak pada masa puber, dan paling banyak adalah orang yang berumur antara 15 – 30 tahun.

Gejala-gejala diantaranya :

  • Dingin perasaan, tak ada perhatian pada apa yang terjadi di sekitarnya. Tidak terlihat padanya reaksi emosional terhadap orang yang terdekat kepadanya, baik emosi marah, sedih dan takut. Segala sesuatu dihadapinya dengan acuh tak acuh.
  • Banyak tenggelam dalam lamunan yang jauh dari kenyataan, sangat sukar bagi orang untuk memahami pikirannya. Dan ia lebih suka menjauhi pergaulan dengan orang banyak dan suka menyendiri.
  • mempunyai prasangka-prasangka yang tidak benar dan tidak beralasan, misalnya apabila ia melihat orang yang menulis atau membicarakan sesuatu, disangkanya bahwa tulisan atau pembicaraan itu ditujukan untuk mencelanya.
  • Sering terjadi salah tanggapan atau terhentinya pikiran, misalnya orang sedang berbicara tiba-tiba lupa apa yang dikatakannya itu. Kadang-kadang dalam pembicaraan ia pindah dari suatu masalah ke masalah lain yang tak ada hubungannya sama sekali atau perkataannya tidak jelas ujung pangkalnya.
  • Halusinasi pendengaran, penciuman atau penglihatan, dimana penderita seolah-olah mendengar, mencium atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Ia seakan-akan mendengar orang lain (tetangga) membicarakannya, atau melihat sesuatu yang menakutkannya.
  • Banyak putus asa dan merasa bahwa ia adalah korban kejahatan orang banyak atau masyarakat. Merasa bahwa semua orang bersalah dan meyebabkan penderitaannya.
  • keinginan menjauhkan diri dari masyarakat , tidak mau bertemu dengan orang lain dan sebagainya, bahkan kadang-kadang sampai kepada tidak mau makan atau minum dan sebagainya, sehingga dalam hal ini ia harus diinjeksi supaya tertolong.

Demikian antara lain gejala Schizophrenia, dan tiap-tiap pasien mungkin hanya mengalami satu atau dua macam saja dari gejala tersebut, sedangkan dalam hal lain terlihat jauh dari kenyataan.

Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti apa sesungguhnya yang menimbulkan

Schizophrenia itu. Ada yang berpendapat bahwa keturunanlah yang besar peranannya. Menurut hasil beberapa penelitian terbukti bahwa 60% dari orang yang sakit ini berasal dari keluarga yang pernah dihinggapi sakit jiwa. Adapula yang mengatakan bahwa sebabnya adalah rusaknya kelenjar-kelenjar tertentu dalam tubuh. Ada yang menitik beratkan pandangannya pada penyesuaian diri yaitu karena orang tidak mampu menghadapai kesukaran hidup , tidak bisa menyesuaikan diri sedemikian rupa sehingga sering menemui kegagalan dalam usaha menghadapi kesukaran.

Apapun sebab sesungguhnya, namun terbukti bahwa kebanyakan penyakit ini mulai menyerang setelah orang setelah menghadapi satu peristiwa yang menekan, yang berakibat munculnya penyakit yang mungkin sudah terdapat secara tersembunyi di dalam orang itu. Faktor pendorong lain ialah kesukaran ekonomi, keluarga, hubungan cinta, selain itu terdapat kegelisahan yang timbul akibat terlalu lama melakukan onani, sehingga merasa berdosa dan menyesal, sedang menghentikannya tak sanggup.

Penyakit ini biasnya lama sekali perkembangannya, mungkin dalam beberapa bulan atau beberapa tahun, baru ia menunjukkan gejala-gejala ringan, tapi akhirnya setelah peristiwa tertentu, tiba-tiba terlihat gejala yang hebat sekaligus.

2.Paranoia

Paranoia merupakan penyakit ‘gila kebesaran’ atau ‘gila menuduh orang’. Diantara ciri-ciri penyakit ini adalah delusi yaitu satu pikiran salah yang menguasai orang yang diserangnya. Delusi ini berbeda bentuk dan macamnya sesuai dengan suasana dan kepribadian penderita, misalnya :

  • Penderita mempunyai satu pendapat (keyakinan) yang salah, segala perhatiannya ditujukan ke sana dan yang satu itu pula yang menjadi buah tuturnya, sehingga setiap orang yang ditemuinya akan diyakinkannya pula akan kebenarannya pendapatnya itu. Misalnya ada seorang suami yang menyangka bahwa istrinya berniat jahat meracuninya. Maka selalu menghindar makan di rumah, karena takut akan terkena racun itu.
  • Penderita merasa bahwa ada orang yang jahat kepadanya dan selalu berusaha untuk menjatuhkannya atau menganiayanya.
  • Penderita merasa bahwa dirinya orang besar, hebat tidak ada bandingannya, meyakini dirinya adalah seorang pemimpin besar atau mungkin mengaku Nabi.

Delusi atau pikiran salah yang dirasakan oleh penderita sangat menguasainya dan tidak bisa hilang. Kecuali itu jalan pikirannya terlihat teratur dan tetap. Pada permulaan orang menyangka bahwa pikirannya itu logis dan benar., biasanya orang yang diserang paranoia ia cerdas, ingatannya kuat, emosinya terlihat berimbang dan cocok dengan pikirannya. Hanya saja ia mempunai suatu kepercayaan salah, sehingga perhatiaan dan perkataannya selalu dikendalikan oleh pikirannya yang salah itu.

Sebenarnya kita harus membedakan antara antara sakit jiwa paranoia yang sungguh-sungguh dengan kelakuan paranoid. Kelakuan paranoid yang juga abnormal juga diantaranya :

  • Terlihat sekali dalam segala tindakannya, bahwa ia egois, keras kepala dan sangat keras pendirian dan pendapatnya.
  • Tidak mau mengakui kesalahan atau kekurangannya, selalu melempar kesalahan pada orang lain, dan segala kegagalannya disangkannya akibat dari campur tangan orang lain.
  • Ia berkeyakinan bahwa dia mempunyai kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa. Ia berasal dari keturunan yang jauh lebih baik dari orang lain dan merasa bahwa setiap orang iri, dengki dan takut kepadanya.
  • Dalam persaudaraan ia tidak setia, orang tadinya sangat dicintainya, akan dapat berubah menjadi orang yang sangat dibencinya oleh sebab-sebab yang remeh saja.
  • Orang ini tidak dapat bekerja dan mempunyai kepatuhan pada pimpinan. Karena ia suka membantah atau melawan dan mempnuayai pendapat sendiri, tidak mau menerima nasehat atau pandangan dari orang lain.

3. Manicdepressive

Penderita mengalami rasa besar/gembira yang kemudian kemudian menjadi sedih/tertekan. Gejalanya yaitu :

a.Mania, yangmempunyai tiga tingkatan yaitu ringan (hipo), berat (acute) dan sangat berat (hyper).

Dalam tindakannya orang yang diserang oleh mania ringan terlihat selalu aktif, tidak kenal payah, suka penguasai pembicaraan, pantang ditegur baik perkataan maupun perbuatannya, tidak tahan mendengar kecaman terhadap dirinya.biasanya orang ini suka mencampuri urusan orang lain.

Dalam mania yang berat (acute), orang biasanya di serang oleh delusi-delusi pada waktu-waktu tertentu, sehingga sukar baginya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan teratur. Penderita mengungkapkan rasa gembira dan bahagianya secara berlebihan. kadang-kadang diserang lamunan yang dalam sekali, sehingga tidak dapat membedakan tempat, waktu dan orang disekelilingnya.

Dalam hal mania yang sangat berat (hyper) orang yang diserangnya kadang-kadang membahayakan dirinya sendiri dan mungkin membahayakan orang lain dalam sikap dan perbuatannya.

Penyakit ini dinamakan juga ‘gila kumat-kumatan’, karena penderita berubah-ubah dari rasa gembira yang berlebihan, sudah itu bisa kembali atau menurun menjadi sedih, muram dan tak berdaya.

Dalam hal pertama penderita berteriak, mencai-maki, marah marah dan sebagainya, kemudian kembali pada ketenangan biasa dan bekerja seperti tidakl ada apa-apa.

b.Melancholia

penderita terlihat muram, sedih dan putus asa. Ia merasa diserang oleh berbagai macam penyakit yang tidak bisa sembuh,atau merasa berbuat dosa yang tak mungkin diampuni lagi. Kadang-kadang ia menyakiti dirinya sendiri.

Orang yang diserang penyakit melancholia ringan sering mengeluh nasibnya tidak baik dan merasa tidak ada harapan lagi. Dan bagi penderita melancholia berat menjauhkan dirinya dari masyarakat.

Demikianlah antara lain gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa yang membuktikan betapa besar akibat terganggunya kesehatan mental seseorang, yang akan menghilangkan kebahagiaan dan ketenangan hidupnya.

Pengenalan akan Tanda-tanda Utama dari Penyakit Jiwa

Tidak ada satu manusia pun di bumi ini yang terbebas sama sekali dari kemungkinan untuk menjadi penderita gangguan kejiwaan. Dalam pemakaian "defense mechanism" misalnya, barangkali dapat dikatakan bahwa perbedaan normal dan abnormal hanya terletak pada frekuensi dan intensitas dari penggunaan defense itu. Begitu juga dengan gejala dan tanda-tanda yang abnormal pada umumnya. Hampir setiap orang yang tergolong normal pada saat-saat tertentu dan dalam kondisi hidup yang tertentu pernah menunjukkan gejala abnormal dalam sikap, cara berpikir, dan tingkah laku mereka.

Oleh karena itu, hamba-hamba Tuhan sebagai konselor harus berhati- hati dalam mengenali dan mengklasifikasikan klien dalam kelompok orang-orang yang disebut penderita gangguan kejiwaan.

Hal ini disebabkan oleh karena:

-- Tanda-tanda dan gejala-gejala abnormal yang klien tunjukkan belum tentu gejala penyakit jiwa yang sesungguhnya sehingga

-- Kita menyadari keterbatasan dan kelemahan manusiawi dokter- dokter jiwa dan petugas rumah sakit jiwa yang sering kali salah men-diagnosa klien/pasien.

D.N. Rosenhan telah membuktikan hal ini dengan eksperimen- eksperimennya, yang seharusnya membuat setiap hamba Tuhan lebih waspada dan berhati-hati dalam mengirimkan pasien ke rumah sakit jiwa. ==contoh dipotong==

Ini tidak berarti bahwa hamba Tuhan tidak perlu bekerja sama dengan psikiater dan rumah sakit jiwa, karena hal tersebut di atas menunjukkan kepada kelemahan manusiawi si dokter dan pihak rumah sakit jiwa dan bukan menunjukkan pada "ketidakbenaran" ilmu psikatri dan psikologi itu sendiri. Kelemahan-kelemahan manusiawi dari profesional-profesional lain justru menyadarkan hamba-hamba Tuhan betapa besar tanggung jawab mereka dalam pelayanan konseling. Untuk itu ia harus mempunyai pengenalan umum tentang gejala-gejala dan tanda-tanda utama dari penyakit jiwa.

a. Beberapa gejala yang muncul secara bersamaan.

Bagi orang yang tergolong normal, gejala abnormal biasanya muncul sebagai satu-satunya gejala, sedangkan aspek-aspek hidup lainnya tidak menunjukkan gejala abnormal.

Misalnya:

Oleh karena tekanan kehidupan, seorang dapat menangis meraung- raung; tetapi begitu muncul orang lain ia sadar dan tahu mengontrol ataupun mengarahkan tangisan itu pada tujuan yang rasional dan dapat diterima oleh lingkungan itu pada umumnya.

Tapi lain halnya dengan penderita penyakit. Beberapa gejala abnormal muncul dan nampak secara bersamaan; ia menangis meraung- raung, tidak menyadari bagaimana pikiran orang lain terhadap tingkah lakunya dan ia mengarahkan tangisan itu pada sesuatu yang kacau dan irrasional.

b. Gejala-gejala itu membuat dirinya lain daripada sebelumnya.

Munculnya gejala itu membuat orang yang bersangkutan lain daripada sebelumnya. Orang-orang lain mengenali bahwa ia sesungguhnya tidak seperti itu, dan seharusnya tidak melakukan tingkah laku yang semacam itu.

Misalnya:

-- Bermain-main dengan kotorannya sendiri, bahkan kadang-kadang dimakannya.

c. Gejala-gejala itu bertahan sampai jangka waktu yang cukup lama dan muncul terus-menerus.

Orang yang normal dapat bertingkah laku abnormal, tetapi akan segera menyadari dirinya dan cenderung untuk segera menyesuaikan diri dengan apa yang diinginkan lingkungannya. Tetapi lain halnya dengan penderita penyakit jiwa.

Di samping itu penyakit jiwa juga dapat dikenali melalui gejala- gejala:

1. Physical (fisik/badani)

Banyak sekali gejala kejiwaan (seperti misalnya, perasaan tidak aman, sedih, marah, cemas, dsb.) yang langsung dapat mempengaruhi kondisi tubuh orang yang bersangkutan. Jikalau orang tersebut kemudian menderita sakit, maka jelas penyakit itu pertama-tama disebabkan oleh keadaan kejiwaannya. Ini yang seringkali disebut sebagai 'psychosomatic' atau 'psychophysiological reaction', yaitu gangguan kejiwaan yang menggejala secara badani sebagai gangguan tubuh. Penyakit-penyakit yang biasanya (tidak selalu) tergolong 'psychosomatic reaction' antara lain: asma, sakit kepala, insomnia, radang usus besar, diarrhea, beberapa penyakit kulit seperti: eksem, gatal-gatal, borok yang tidak sembuh-sembuh, dsb.

Tentu saja orang-orang dengan gejala psyhosomatis tidak begitu saja dapat digolongkan sebagai penderita sakit jiwa, meskipun gejala- gejala itu timbul oleh karena gangguan-gangguan kejiwaan. Sebagian besar dari gejala-gejala ini ada pada orang-orang yang normal, oleh karena itu meskipun memerlukan pengobatan dari dokter, mereka tidak boleh sama sekali diperlakukan sebagai pasien-pasien penyakit jiwa.

2. Psychological (jiwani)

Penyakit dan gangguan kejiwaan biasanya juga diekspresikan secara jiwani misalnya:

i. Faulty Perception (persepsi yang kacau) Manusia diperlengkapi dengan bermacam-macam indera. Jikalau rangsangan tiba, maka rangsangan itu akan diteruskan melalui sistem persyaratan ke otak. Dengan inilah orang dapat melihat, mengenali, mendengar suara, merasa panas dingin, sakit, mencium bau, dsb. Tetapi, ada kasus-kasus kejiwaan yang kadang-kadang dapat menyebabkan terganggunya proses persepsi ini sehingga orang tersebut dengan mata, hidung, telinga, lidah dan kulit yang normal ternyata mempunyai persepsi yang berbeda bahkan kacau balau. Ia bisa seolah-olah buta (psychological blindness), tidak dapat mendengar apa-apa, atau selalu mendengar suara yang orang lain tidak dengar, dan melihat penglihatan yang orang lain tidak lihat. Gangguan kejiwaan dapat menyebabkan orang merasa lampu 20 watt dalam kamar itu terlalu terang, atau suara titik air yang jatuh satu per satu dari kran sebagai suara pukulan palu di kepalanya, dsb.

Dari sini kita mengenal istilah-istilah seperti:

-- Ilusi, yaitu penyalahtafsiran stimulan pada indera penglihatan. Misalnya: Melihat pohon sebagai orang.

-- Halusinasi, yaitu persepsi yang terjadi meskipun tidak ada stimulan yang sesungguhnya. Misalnya:

  • Melihat suami yang sudah meninggal, bahkan dapat berkata-kata kepadanya.
  • Mendengar suara-suara aneh, dsb.

ii. Distorted thinking (pemikiran yang menyimpang dan kacau)
Gangguan kejiwaan sering kali juga diekspresikan dalam bentuk pemikiran yang kacau dan tidak masuk akal.

Misalnya:
-- Si Amir yang yakin bahwa ia lahir 2000 tahun yang lalu.
-- Si Ahmad yang begitu yakin bahwa di bawah tempat tidurnya
ada bom waktu yang dipasang oleh anak buah Khomeini.

Inilah yang disebut 'distorted thinking', yang menjadi salah satu tanda dari gangguan kejiwaan.

Melihat isinya, 'distorted thinking' dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu:

-- Obession (obsesi): yaitu pemikiran yang irasional yang timbul karena dorongan dan kenangan yang tidak menyenangkan, sehingga seolah-olah ada sesuatu yang membuat dia terus-menerus berpikir, "...saya harus..." atau "pasti akan...", dsb. Misalnya: Pengalaman melihat orang yang dianiaya dalam peperangan, menyebabkan ia berpikir "pasti suatu hari saya akan mengalami hal yang serupa". Ia begitu yakin di luar rumah sudah menanti orang-orang yang akan menganiaya dia, sehingga ia terdorong untuk terus-menerus melakukan hal-hal yang irasional, seperti bersembunyi di bawah kolong, mengintip melalui lubang pintu, dsb.

Pengalaman dengan orangtua yang perfectionist, membuat ia selalu merasa ada dorongan "saya harus membereskan ini", "saya harus menyelesaikan itu"; dan ini sering kali tidak masuk akal, misalnya, bangun tengah malam hanya untuk membersihkan mobil, dsb.

-- Phobia: yaitu rasa takut yang irasional. Dan ini bisa berbentuk rasa takut berada dalam ruangan gelap, rasa takut pada darah, air, ular, angin, di tengah banyak orang, berada di tempat tinggi, lewat jembatan, dsb.

-- Delusion (delusi): yaitu pemikiran yang irasional yang menggejala dalam bentuk munculnya keyakinan (palsu) bahwa hal itu benar-benar ia alami, atau ia dengar, atau ia lihat, dsb. Misalnya: Yakin betul bahwa ia bertemu dengan Tuhan Yesus, bahkan yakin betul bahwa ia sendiri telah diangkat menjadi rasul dan menuntut orang-orang lain mengikut dan menyembah dia.

iii. Faulty Emotional Expression (Ekpresi dari emosi yang keliru)
Setiap orang sudah belajar sejak kecil bagaimana mengekspresikan perasaan senang, susah, sakit, bahagia, kasih, benci, dsb. Dan umumnya orang yang normal mempunyai pengekspresian yang mirip dengan orang-orang lain. Misalnya, tertawa sebagai ekspresi dari rasa sedih. Tetapi tidak demikian halnya dengan orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan, mereka seringkali melakukan pengekspresian emosi secara keliru, dan tentunya berbeda daripada orang-orang pada umumnya.

Pengekspresian emosi yang keliru ini dapat berbentuk:
a. Tanpa ekspresi Penderita sakit jiwa seringkali hidup dalam dunianya sendiri, sehingga emosinya tidak tergerak oleh keadaan dan situasi di sekelilingnya. Mereka tidak tertawa atas hal-hal yang lucu dan menyenangkan, juga tidak sedih atas hal-hal yang menyedihkan.

b. Elation atau Euphoria (ekspresi/gembira yang berlebih-lebihan) Penderita sakit jiwa juga sering kali mengekspresikan emosi secara berlebih-lebihan. Untuk hal yang kecil dia bisa tertawa sampai menangis.

c. Depresi Pada saat-saat tertentu setiap orang bisa mengalami/merasa tidak bergairah, kecil hati dan susah, tetapi hanya untuk sementara saja. Tetapi tidak demikian halnya dengan penderita sakit jiwa. Ada kasus-kasus di mana tanpa alasan yang jelas perasaan sedih itu timbul tenggelam dan bahkan bertahan lama. Mereka memang dapat mengatakan bahwa mereka kuatir terhadap sesuatu (entah pekerjaan, keluarga, kesehatan, masa depan, dll.) tetapi sebenarnya hal-hal itu bukan penyebab utama dari kekuatiran yang berlebih-lebihan itu. Hal-hal itu hanyalah 'precipitating factor' yang menjadi gangguan kejiwaan oleh karena sudah ada 'predisposing factor' pada mereka itu. Oleh karena itu, hal-hal yang bagi orang lain cuma menimbulkan perasaan sedih yang normal dan untuk sementara, bagi mereka menjadi "depresi" dimana putus asa dan tidak bahagia yang terus-menerus.

Enos D. Martin seorang psikiater menyebutkan tentang tiga jenis depresi dengan contoh-contoh praktis:

-- normal grief reaction (rasa sedih sebagai reaksi yang normal atas suatu 'kehilangan') Seorang pendeta yang mendekati masa pensiun merasa sedih oleh karena munculnya perasaan 'tidak berguna dan tidak dapat dipakai lagi'. Tekanan kesedihan itu telah menimbulkan macam- macam gangguan seperti misalnya kehilangan nafsu makan, tidak bisa tidur, sakit kepala, dsb. Ternyata setelah majelis gereja menyatakan bahwa pensiun baginya cuma berarti bahwa ia tidak perlu lagi mengerjakan tugas-tugas administrasi (yang berarti bahwa ia masih boleh berkotbah, melakukan konseling, dsb.) langsung gejala-gejala kejiwaan itu lenyap.

-- neurotic depression (depresi yang neurotis) Pendeta X mengalami depresi oleh karena sebagai pendeta senior ia merasa tersaing dengan munculnya pendeta muda yang dalam beberapa hal sangat dikagumi oleh jemaat. Ia tidak bisa tidur, kehilangan nafsu makan, dsb. Penghiburan dari banyak orang bahwa ia mempunyai lebih banyak kelebihan ternyata tidak menolong. Dalam kasus ini jelas bahwa kesedihannya bukan sekedar 'normal grief reaction', ia betul-betul menderita depresi dan harus mendapatkan pengobatan dari dokter. Diketemukan oleh dokter jiwa bahwa pendeta ini ternyata mempunyai 'predisposing faktor' untuk depresi, seperti misalnya, kegoncangan emosi cukup hebat pada masa kecil ketika ia sakit dan harus masuk rumah sakit, juga faktor lain bahwa semasa kecilnya ia kurang mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya.

-- endogenous depression (bakat depresi yang diturunkan dari orang-tuanya) Pendeta Y mengalami depresi oleh karena usahanya untuk mendamaikan dua orang tokoh gerejanya tidak berhasil, bahkan berakibat fatal, yaitu kedua-duanya justru menyalahkan dia. Ia sekarang merasa bahwa seluruh kehidupannya termasuk pelayanannya gagal. Ia kemudian menderita insomnia (tidak dapat tidur), kehilangan nafsu seksuil, nafsu makan, tidak ada gairah lagi pada segala hobinya, sering menangis dan menjauhkan diri dari perjumpaan dengan orang lain bahkan berkali-kali mencoba untuk bunuh diri. Diketemukan pada pendeta ini, adanya 'predisposing factor' depresi yang lebih berat dari pendeta X; karena pendeta Y mempunyai bakat-bakat biologis yang diturunkan dari orangtuanya. Ibunya juga seorang penderita depresi berat. ("What is Depression", Leadership, Winter 1982, Vol. III, No. 1, pp. 82-83).

d. Emotional variability (macam-macam pengekspresian emosi)
Setiap orang akan mengalami naik turunnya emosi sebagai reaksi atas pengalaman-pengalaman kehidupan ini. Tetapi bagi penderita penyakit jiwa naik turunnya emosi ini tidak sesuai dengan realita yang ada. Mungkin pengalaman yang menyenangkan ini sudah terjadi beberapa hari yang lalu dan tiba-tiba ia bisa tersenyum-tersenyum bahkan tertawa-tawa tanpa dapat dikontrol oleh karena ingat akan hal itu. Sering juga diketemukan penderita penyakit jiwa yang menangis tanpa alasan untuk menangis, atau tiba-tiba marah dan menyerang orang lain tanpa sebab, dsb.

e. Inappropriate affect (reaksi emosi yang tidak tepat)
Sedikit berbeda dengan 'emotional variability', di sini orang yang mendapat gangguan kejiwaan biasanya memberikan reaksi emosi yang tidak cocok dengan stimulan yang ada. Misalnya: -- Menangis mendengar cerita yang lucu -- Tertawa geli melihat orang yang sedih menangis ditinggalkan kekasihnya.

iv. Unusual motor activity (activitas motorik yang tidak normal)
Dalam kehidupan ini kita kadang-kadang dapat melakukan aktivitas motorik yang tidak biasa, misalnya: berlari, berkata, berpikir, berbuat lebih cepat atau lebih lambat daripada biasanya. Tetapi untuk itu selalu ada alasan dan tujuan yang jelas dan disadari, dan hanya untuk sementara saja, tetapi lain halnya dengan penderita penyakit jiwa. Sering kali kita bisa mengenali adanya tanda-tanda gangguan kejiwaan melalui aktivitas motorik yang tidak normal, misalnya:

a. Over activity (activitas yang berlebihan)
Sebagai contoh, pasien yang berbicara terus-menerus dengan susunan kalimat yang tidak mengandung pengertian sama sekali (kacau, dan irasional). Ketidakmampuan untuk duduk tenang, terus- menerus gelisah; terkejut bahkan lari ketakutan atas suara tertentu; tangan dan kaki bahkan mata yang bergerak-gerak terus, dsb.

b. Under activity (kurang aktif)
Sebagai kebalikan dari 'over activity', maka gejala penyakit jiwa sering kali ditandai oleh sikap diam, tidak bergerak-gerak, seperti seolah-olah lemah badan, tidak dapat berbicara, dsb.

c. Compulsive activity (aktivitas yang tidak terkendalikan)
Dalam hidup ini sering kali kita merasakan adanya dorongan yang besar untuk melakukan sesuatu, tetapi sering kali oleh karena sebab-sebab tertentu hal itu belum dapat dilaksanakan. Bagi orang yang normal hal ini biasa dan ia bisa menyesuaikan diri dengan mengalihkan perhatian pada aktivitas-aktivitas yang lain. Tetapi pada penderita penyakit jiwa tidak demikian, mungkin apa yang ia ingin lakukan sendiri tidak ia sadari lagi, tetapi ia merasakan adanya dorongan yang kuat untuk melakukan sesuatu aktivitas. Dan ini diekspresikan dengan menggigit-gigit kuku terus-menerus, menggaruk-garuk kaki, mempermainkan alat kelamin, menggigit-gigit bibir, melipat-lipat tangan, menulis-nulis dengan jari, menghisap ujung baju, dsb.

v. Gejala abnormal yang lain
Tanda-tanda lain dari adanya gangguan kejiwaan dalam ketegori ini sering kali dapat diketemukan dalam kehidupan sehari-hari dari orang-orang yang normal. Oleh karena itu kita harus berhati-hati dan tidak menyamaratakan setiap gejala sebagai abnormal atau gejala penyakit jiwa. Misalnya:

  • -- Disorientasi; dimana seorang bisa tidak tahu di mana ia berada, siapa dirinya, hari apa sekarang, dsb.
  • -- Withdrawal; menarik diri dari pertemuan-pertemuan dengan orang-orang lain.
  • -- Kecurigaan yang berlebih-lebihan.
  • -- Kepekaan yang berlebih-lebihan terhadap otoritas.
  • -- Menyembunyikan sesuatu secara tidak normal, misal, uang disimpan di bawah tanah.
  • -- Rangsangan dan kebutuhan seksuil yang tidak normal.
  • -- Kekanak-kanakan, dsb.

3. Sosial

Biasanya yang disebut abnormal oleh karena ia menunjukkan tingkah laku, sikap, cara berpikir, yang tidak cocok dengan standar normal masyarakat atau lingkungan di mana ia hidup. Manusia adalah makhluk sosial, karena itu ia mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial dan ingin menjadi bagian integral dari lingkungannya. Karena itu normal jika ia selalu cenderung untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Meskipun demikian, tidak secara otomatis orang yang "tidak dapat menyesuaikan diri" dapat disebut sebagai orang yang tidak normal atau punya gejala penyakit jiwa, jikalau ia dengan sadar melakukan hal itu. Yang mungkin oleh karena ia memang tidak/belum menjadi bagian integral dari masayarakat itu. Kasus-kasus seperti misionaris konteks sosial, kita baru bisa mengenali adanya gejala abnormal, jikalau orang yang bersangkutan secara tidak sadar bertingkah laku yang tidak sesuai dengan standar normal masyarakat, yang secara integral ia sendiri menjadi bagian di dalamnya.

4. Spiritual (rohani)

Gejala-gejala penyakit jiwa dapat pula mengekspresikan diri secara spiritual, misalnya gagasan perasaan berdosa yang tidak terampunkan, fanatik, keragu-raguan yang terus-menerus, dsb. Frank Minirth mengatakan bahwa gangguan-gangguan kejiwaan bisa menggejala secara rohani:

"A person with an impending psychotic break may display an intense religious preoccupation. Someone having an obsessive compulsive neurosis may struggle with a fear of having committed the unpardonable sin. Or he may fear he hasn't really trusted Christ as Savior. Emotional and physical problems manifest still another spiritual cloaks. Individuals with temporal lobe epilepsy may communicate renewed religious interest and moral piety. Those with a manic-depressive psychosis may talk in a religious jargon. People diagnosed as having schizophrenia, obsessive-compulsive, ego-alien thought, and multiple personalities are sometimes victims of demon-possession." ("Why Christians Crack-Up". Moody Monthly. Feb. 1982. p.13)

Ibu hamil dengan Diabetes militus

Ibu hamil dengan Diabetes militus

Berikut adalah kumpulan artikel tentang wanita hamil dengan diabetes militus. Ini berguna untuk anda yang sedang mencari bahan dan data-data untuk dijadikan makalah atau pun skripsi. SELAMAT MENIKMATI.

Wanita Hamil Mudah Terserang Diabetes Melitus

ANDA hamil dan sering ngidam? Itu normal. Wajar. Tapi kalau sering buang air kecil, selalu merasa haus dan sering merasa lapar, ini perlu diwaspadai. Bisa jadi Anda menderita Diabetes Melitus Gestasional.

Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh gula darah yang tinggi. Diabetes Melitus terjadi karena jumlah insulin, yang berfungsi mengambil glukosa dalam darah untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi jaringan/organ-organ tubuh, tidak mencukupi kebutuhan tubuh-baik secara kualitas maupun kuantitas-sehingga tubuh tidak mendapat energi yang cukup. Penyakit Diabetes Melitus tidak dapat sembuh, tapi dapat dikontrol. Pasien gula darah terkontrol dapat beraktivitas dengan normal, seolah-olah tidak terkena Diabetes Melitus.

Gejala

Menurut dr Prasna Pramitha, SpPD dari Rumah Sakit Brawijaya Women and Children, Jakarta Selatan, ibu hamil pun bisa terkena penyakit yang satu ini. Biasanya disebut dengan diabetes gestasional dengan peningkatan mencapai 7-9 persen pada populasi dengan ibu yang memiliki faktor risiko.

Diabetes Gestasional ini juga melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup. Jika kadar gula darah sampai di atas 160-180 mg/dL, glukosa akan sampai ke air kemih dan penderita akan merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak makan.

Pada dasarnya, gejala yang dialami oleh penderita diabetes biasa dan ibu hamil tidak jauh berbeda. Hanya kondisinya saja yang membedakannya. Diabetes sendiri terdiri dari dua tipe. Pertama, diabetes yang tergantung sepenuhnya pada insulin. Kedua, diabetes yang masih bisa dibantu dengan obat-obatan lain. Biasanya penderita diabetes tipe 1 mengalami gejala seperti seringnya buang air kecil, lapar dan haus, berat badan yang menurun, kelelahan, penglihatan yang kabur, infeksi pada kulit yang berulang, meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni. Kebanyakan penderita diabetes tipe ini berusia 20 tahun.

Gejala itu mirip dengan tahap awal diabetes tipe 2 yang biasa diderita orang yang berusia di atas 40 tahun. Penderita tidak menyadari datangnya ancaman penyakit ini pada saat mengalami gejala pra-diabetes tipe 2, karena penderita belum mengalami gejala fisik diabetes. Gejala lain yang timbul, antara lain, adalah penglihatan yang kabur sehingga dapat menimbulkan kebutaan, luka yang lama sembuh, kaki yang terasa kebas, geli atai terbakar, infeksi jamur pada saluran reproduksi perempuan, dan impotensi pada pria.

Diabetes tipe 2 ini banyak yang tidak terdeteksi. Umumnya mereka baru tahu ketika melakukan pemeriksaan yang lain. Ini dapat mengakibatkan komplikasi diabetes serius yang antara lain, ditandai dengan hilangan kesadaran, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, gangguan ketajaman penglihatan yang mengakibatkan kebutaan, kerusakan jaringan lain. Orang yang mengalami diabetes tipe 2 ini bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, timbullah gejala berupa sering berkemih dan sering merasa haus.

Wanita yang sedang hamil sebaiknya tidak boleh stres karena stres bisa menyebabkan kadar gula naik sampai lebih dari 1.000 mg/dL. Jika kadar gula sudah naik setinggi itu, penderita akan mengalami dehidrasi berat yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketonik.

Pengobatan

Tindakan yang dapat dilakukan terhadap pasien diabetes gestasional, kata dr Prasna, adalah dengan tetap mengutamakan pengaturan diet diabetes. Jika kadar gula darah terlampau tinggi, pasien bisa opname untuk regulasi dengan insulin baik intravena maupun suntikan subkutan. Obat tambahan lain yang bisa digunakan untuk menjaga kondisi tubuh pasien adalah vitamin.

Yang perlu diperhatikan dalam pengaturan diet untuk wanita hamil adalah kebutuhan kalori. Sekalipun wanita hamil menderita kencing manis, jumlah kalori untuk diet sama dengan berat ideal wanita hamil kali (25-30) kalori ditambah ekstra 200-300 kalori dengan parincian minimal 200 gram hidrat arang dan protein (1,5-2) gr/kg BB ideal.

Jika pada pemeriksaan berat badan ditemukan bayinya besar sekali, perlu dilakukan induksi pada minggu ke 36-38 untuk mencegah terjadinya komplikasi saat persalinan. Proses persalinan ini harus dalam pengawasan oleh dokter spesialis kebidanan dan dokter spesialis penyakit dalam. "Pemeriksaan biasanya dilakukan dengan pemberian cairan glukosa yang rasanya manis untuk diminum sebelum darah itu diambil untuk pemeriksaan. Cairan itu bikin mual dan hasilnya itulah yang akan menunjukkan apakah tubuh itu sudah cukup memproduksi insulin atau belum," terangnya.

Sekalipun diagnosa diabetes gestasional telah tegak dan diobati secara efektif masih terdapat risiko kecil komplikasinya. Akan tetapi, jika hal itu tidak dilakukan sama sekali, akibatnya bisa sangat buruk bagi ibu dan bayinya, seperti berat lahir bayi yang besar, kelahiran prematur, peningkatan kemungkinan persalinan secara bedah caesar, dan sedikit peningkatan risiko kematian janin dan bayi. Biasanya setelah bayi lahir, kadar gula darah akan kembali normal. Jika tidak, perlu dilanjutkan pemberian antidiabetes oral sampai jangka wantu tertentu.

DIABETES MILITUS PADA KEHAMILAN

Diabetes Melitus pada kehamilan atau sering disebut Diabetes Melitus Gestasional, merupakan penyakit diabetes yang terjadi pada ibu ibu yang sedang hamil. Gejala utama dari kelainan ini pada prinsipnya sama dengan gejala utama pada penyakit diabetes yang lain yaitu sering buang air kecil (polyuri), selalu merasa haus (polydipsi), dan sering merasa lapar (polyfagi). Cuma yang membedakan adalah keadaan pasien saat ini sedang hamil. Sayangnya penemuan kasus kasus diabetes gestasional sebagian besar karena kebetulan sebab pasien tidak akan merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya selain kehamilan, dan gejala sering kencing dan banyak makan juga biasa terjadi pada kehamilan normal.

Seperti halnya penyakit kencing manis pada umumnya, pada pemeriksaan gula darah pun ditemukan nilai yang tinggi pada kadar gula darah puasa dan 2 jam setelah makan serta bila dilakukan pemeriksaan kadar gula pada urine (air kencing) juga ditemukan reaksi positif. Pemeriksaan ini dapat diulang selama proses pengobatan dengan obat antidiabetes untuk memantau kadar gula darah.

Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien diabetes gestasional antara lain dengan tetap mengutamakan pengaturan diet diabetes, apabila kadar gula darah terlampau tinggi bisa dilakukan opname untuk regulasi dengan insulin baik intravena maupun suntikan subkutan. Jadi usahakan pada semua penderita hamil untuk memilih pengobatan dengan pengaturan diet bila tidak tercapai keadaan kadar gula darah yang normal baru disuntik dengan insulin. Obat tambahan lain bisa dengan vitamin vitamin untuk menjaga kondisi tubuh pasien.

Yang perlu diperhatikan dalam pengaturan diet wanita hamil adalah kebutuhan kalori pada wanita hamil tidak sama dengan wanita normal sekalipun wanita hamil tersebut menderita kencing manis. Jumlah kalori untuk diet = berat badan ideal wanita hamil x (25-30)kalori + ekstra 200 - 300 kalori dengan perincian minimal 200 gr hidrat arang dan protein (1,5 - 2) gr/kg BB ideal.

Jika pada pemeriksaan berat badan bayi ditemukan bayinya besar sekali maka perlu dilakukan induksi pada minggu ke 36 - 38 untuk mencegah terjadinya komplikasi saat persalinan. Proses persalinan ini harus dalam pengawasan ketat oleh dokter spesialis kebidanan dan dokter spesialis penyakit dalam.

Biasanya setelah bayi lahir maka kadar gula darah akan kembali normal, apabila tidak, maka perlu dilanjutkan pemberian antidiabetes oral sampai jangka waktu tertentu.

PROTEIN FAKTOR KUNCI BAGI DIABETES WANITA HAMIL

CHICAGO–MEDIA: Protein di dalam pankreas kemungkinan dapat membawa pengaruh bagi mekanisme untuk penderita diabetes gestational atau yang lebih dikenal sebagai diabetes pada wanita hamil, demikian para peneliti Amerika Serikat mengatakan Sabtu.

Para peneliti di Universitas Stanford menemukan sejenis protein, yaitu menin yang dapat bertindak sebagai rem bagi pankreas untuk mengontrol produksi sel-sel yang dibutuhkan untuk memproduksi insulin yang dapat membantu tubuh mengubah gula menjadi enerji.

Tikus yang tengah mengandung dengan melalui cara rekayasa genetika dibuat memproduksi menin yang terlampau banyak sehingga tak dapat membuat sel-sel yang membuat insulin dan dikondisikan seolah menjadi penderita diabetes semasa hamil.

Kami merasa hasil penelitian kami telah membuka sejumlah kemungkinan termasuk kemungkinan untuk menemukan bagaimana diabetes jenis 3 atau diabetes semasa hamil dan diabetes type 2 yaitu diabetes yang terjadi pada usia dewasa dapat terjadi,” kata Dr.Seung Kim seorang profesor dari Departemen Biology Perkembangan di Universitas Stanford yang menulis hasil penelitiannya itu di Journal Science.

Diabetes gestational atau diabetes yang terjadi pada seorang wanita yang bukan penderita diabetes namun pada saat ia hamil tubuhnya tak dapat membuat dan menggunakan insulin yang dibutuhkan sehingga kelebihan kadar gula dalam tubuhnya.

Di Amerika Serikat terdapat 135 ribu kasus diabetes wanita hamil yang dapat menyebabkan kelahiran bayi cacad dan dapat menurunkan diabetes kepada anak yang dikandung tersebut.

Peneliti-peniliti lainnya telah menemukan bahwa hormon prolactin, ditemukan semasa masa kehamilan, menjadi pemicu produksi insulin atau sel-sel yang memproduksi insulin selama kehamilan.

Mekanisme yang terjadi dibalik proses ini masih belum jelas namun Kim dan rekan-rekannya berpendapat menin memerankan peran penting .

Protein menin sendiri telah memperlihatkan perannya dalam mencegah kanker pada kelenjar pankreas dengan cara memblokir pertumbuhan sel.

Pada saat Kim dan rekan-rekan tim penelitinya memberikan prolactin kepada tikus yang tidak hamil, tingkat menin menurun dan pankreas ukurannya bertambah besar, kondisinya serupa saat kondisi hamil.

Kim dan sejawat-sejawatnya berpendapat prolactin menurunkan tingkat jumlah menin selama kehamilan, sehingga tubuh terkondisi memproduksi sel-sel yang memproduksi insulin untuk mendukung pertumbuhan janin.

“Kami berkesimpulan hal itu yang menjadi kondisi sebab terjadinya diabetes gestational yaitu dimana terjadi ketidak mampuan sel-sel memproduksi insulin untuk merespons sinyal-sinyal pertumbuhan misalnya prolactin,” kata Kim mengomentari.

Ia mengatakan temuan tersebut masih haruis diuji lebih lanjut namun apabila hal itu terbukti benar maka akan membuka jalan untuk melakukan tes baru untuk dapat memprediksi akan kemungkinan seseorang wanita menderita diabetes semasa kehamilannya.

Hal itu juga akan membuka jalan untuk merangsang sel-sel yang memproduksi insulin pada penderita diabetes yang tidak memiliki jumlah sel yang memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup sehingga dapat memproduksi sel-sel tersebut sesuai kebutuhan tubuhnya, demikian diutarakan Kim.

Seputar hydromilitus

Seputar hydromilitus

Berikut adalah kumpulan artikel tentang hidrocephalus. Ini berguna untuk anda yang sedang mencari bahan dan data-data untuk dijadikan makalah atau pun skripsi. SELAMAT MENIKMATI.

DEFINISI

Hydrocephalus adalah akumulasi abnormal cairan cerebrospinal di dalam otak. Cairan ini sering meningkatkan tekanan sehingga dapat memeras dan merusak otak.Hydrocephalus terkadang disebut ?air di dalam otak?. (kata ?hydrocephalus? berasal dari bahasa Yunani yang artinya ?kepala berair?). Hydrocephalus dapat terjadi sebelum lahir atau kapan saja setelah lahir.

PENYEBAB
Hydrocephalus dapat berhubungan dengan beberapa sebab termasuk cacat sejak lahir, pendarahan di otak, infeksi, meningitis, tumor, atau cedera kepala. Banyak bentuk dari hydrocephalus adalah hasil dari terhambatnya cairan cerebrospinal di ventrikel (di otak bagian tengah. Pada cacat sejak lahir, kerusakan fisik dari aliran cairan ke ventrikel biasanya menyebabkan hydrocephalus. Hydrocephalus biasanya mendampingi cacat sejak lahir yang disebut spina bifida (meningomyelocele). GEJALA
Tanda dan gejala hydrocephalus tergantung pada usia penderita.

  • ? Bayi, tanda yan paling nyata dari hydrocephalus adalah besar kepala yang abnormal. Hal ini terjadi karena tekanan luar yang terus menerus pada otak dan temperung kepala dari hydrocephalus sepanjang perkembangan dan pertumbuhan kepala. (Itulah alasannya kepala bayi selalu diukur dengan hati-hati setiap periksa ke dokter).
    Gejala hydrocephalus pada bayi yaitu muntah, mengantuk, gelisah, tidak mampu melihat ke atas dan seizures.
  • ? Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa, tidak ada pembesaran dari hydrocephalus (karena tulang tengkorak sudah padat dan tidak dapat membesar). Gejala yang terjadi termasuk sakit kepala, mual, muntah dan kadang-kdang pandangan kabur. Bisa menimbulkan masalah pada keseimbangan dan koordinasi, dan perkembangan yang terlambat dalam berjalan dan berbicara pada anak-anak.

Gelisah, sakit kepala, seizures dan perubahan kepribadian seperti tidak mampu berkonsentrasi dan mengingat bisa terjadi. Mengantuk dan pandangan menjadi dua adalah gejala umum perkembangan hydrocephalus. PENGOBATAN

Pengobatan hydrocephalus meliputi operasi pemasangan pipa untuk memperlancar aliran cairan yang berlebih dan mengurangi tekanan ke otak. Pipa tersebut fleksible, berupa tabung plastik dengan katup satu arah. Pipa dipasang ke dalam sistem ventrikel pada otak untuk membelokkan alian cairan ke bagian lain dari tubuh, sehingga cairan akan mengalir dan diabsorbsi ke dalam aliran darah.

Prognosis penderita hydrocephalus tergantung pada penyebabnya dan waktu diagnosa dan pengobatan. Banyak penderita hydrocephalus anak-anak hidup normal dengan batasan dan kekurangan yang minim. Pada beberapa kasus kerusakan kognitif pada fungsi bahasa dan non- bahasa bisa terjadi. Masalah infeksi karena pemasangan pipa atau tidak berfungsinya alat perlu dilakukan operasi revisi.

Akibat Virus Binatang, Empat Anak Kena "Hydrocephalus"

Pekanbaru, Kompas - Tim Rumah Sakit Arifin Achmad Pekanbaru menduga pembesaran kepala karena terisi cairan (hydrocephalus) yang diidap empat anak balita di Riau diakibatkan virus hewan piaraan.

Selasa (23/5) keempat anak balita itu tergolek lemah di salah satu kamar di Ruangan Cendrawasih, RS Arifin Achmad. Masing-masing penderita adalah Fadil (4 bulan), Salamah (9 bulan), Yonatan Hutabarat (10 bulan), dan Rahmadilla (2 tahun).

Di kamar rawat seluas 2,5 x 4 meter Yonatan terbaring di ranjang di dekat pintu masuk. Di sebelahnya berturut-turut terbaring Salamah dan Fadil di atas tempat tidur tambahan, yaitu tempat tidur beroda yang biasa untuk memindahkan pasien. Di ujung ruangan, terbaring Rahmadilla.

"Kelainan pada kepala anak saya terdeteksi sejak dalam kandungan. Dokter yang merawat mengatakan bayi ini terinfeksi virus dari kucing, burung, atau kambing," ujar Linda boru Sihombing, ibu Yonatan, kemarin.

Selain melalui interaksi langsung, infeksi bisa didapat dari debu kotoran hewan yang terhirup calon ibu.

Yonatan dan orangtuanya berasal dari Ukui, Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan. Arifin Hutabarat, ayah Yonatan, adalah pekerja kebun sawit.

Hal senada diungkapkan Santi, ibu Salamah. Misran, suami Santi, yang buruh tani di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, mengharapkan pengobatan mujarab bagi anak keempatnya.

Salamah menderita pembengkakan kepala sejak usia empat bulan. Awalnya ada bintik merah di kepala yang dikira karena gigitan nyamuk. Kemudian Salamah menderita panas tinggi selama seminggu diikuti demam, kemudian kepalanya kian membesar.

Gejala yang sama juga terjadi pada Fadil asal Kota Dumai dan Rahmadilla dari Pekanbaru. Selama seminggu terakhir, mereka tak mau makan dan terus muntah hingga kondisinya memburuk.

Keempatnya kini ditangani dokter ahli saraf RS Arifin Achmad, salah satu di antaranya dr Tondi Maspian Tjili Sp BS M Kes. Yonatan menjalani proses penyedotan cairan. Jika kondisi mereka stabil, baru dilakukan operasi pembersihan cairan serta memperbaiki struktur tengkorak serta saraf yang mungkin terganggu akibat pembengkakan. (nel)

Asam Folat Cegah Bayi Lahir Hydrocephalus

Kelainan hydrocephalus atau penumpukan cairan di kepala kerap terjadi pada bayi sejak dalam kandungan. Namun hal itu bisa dicegah dengan konsumsi vitamin khusus yang selama masa kehamilan. Dengan vitamin yang mengandung asam folat, hydrocephalus pada bayi yang akan dilahirkan bisa dicegah.

Tes awal yang dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Manchester dan Lancaster, Inggris, dengan menggunakan objek penelitian tikus menunjukkan bahwa asam folat (vitamin B yang larut dalam air) bisa mengurangi resiko hydrocephalus. Bahkan, asam folat masih efektif walau hydrocephalus sudah mulai berkembang.

Namun studi awal tersebut masih merupakan tahap awal. Tim peneliti sedang berusaha mendapat izin untuk melakukan studi klinis dengan menggunakan objek wanita hamil, yang bayi di dalam kandungannya didiagnosis mengidap hydrocephalus.

Suplemen tersebut saat ini belum bisa diperoleh. Produsen obat perlu memproduksi asam folat itu dalam bentuk pil terlebih dulu.

Saat ini, hydrocephalus mengancam satu dari seribu kelahiran hidup. Perawatan yang memadai dan memuaskan juga belum ada. Sejauh ini, perawatan yang dapat diberikan kepada penderita hydrocephalus adalah dengan mengalihkan cairan dari otak ke rongga perut atau jantung, melalui operasi.

Tapi metode itu harus dilakukan secara rutin dan berisiko menimbulkan infeksi. Selama hidup, pasien akan terus-menerus melakukan operasi itu beberapa kali. Pengidap hydrocephalus biasanya mengalami lemah mental dan keterbatasan gerak.

Akibat diabetes militus

Akibat diabetes militus

Berikut adalah kumpulan artikel tentang wanita hamil dengan diabetes militus. Ini berguna untuk anda yang sedang mencari bahan dan data-data untuk dijadikan makalah atau pun skripsi. SELAMAT MENIKMATI.

Waspadai Diabetes Kehamilan untuk Keselamatan Ibu dan Bayi

Diabetes kehamilan atau sering disebut Diabetes Melitus Gestasional, merupakan penyakit diabetes yang terjadi pada ibu ibu yang sedang hamil. Gejala utama dari kelainan ini pada prinsipnya sama dengan gejala utama pada penyakit diabetes yang lain yaitu sering buang air kecil (polyuri), selalu merasa haus (polydipsi), dan sering merasa lapar (polyfagi). Cuma yang membedakan adalah keadaan pasien saat ini sedang hamil. Sayangnya penemuan kasus kasus diabetes gestasional sebagian besar karena kebetulan sebab pasien tidak akan merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya selain kehamilan, dan gejala sering kencing dan banyak makan juga biasa terjadi pada kehamilan normal.

Seperti halnya penyakit kencing manis pada umumnya, pada pemeriksaan gula darah pun ditemukan nilai yang tinggi pada kadar gula darah puasa dan 2 jam setelah makan serta bila dilakukan pemeriksaan kadar gula pada urine (air kencing) juga ditemukan reaksi positif. Pemeriksaan ini dapat diulang selama proses pengobatan dengan obat antidiabetes untuk memantau kadar gula darah.

Kemungkinan terjadinya diabetes gestational akan lebih besar bila anda:

  1. Kelebihan berat badan sebelum hamil.
  2. Usia diatas 35 tahun saat hamil.
  3. Ada riwayat hidup keluarga diabetes, baik type 1 maupun type 2.
  4. Pernah melahirkan bayi dengan berat badan diatas 8 pon (3,6 kg).
  5. Sebelumnya pernah mengalami diabetes gertational.

Kontrol metabolik yang buruk khususnya selama masa kehamilan dini akan berisiko tinggi pada janin. Si bayi kemungkinan akan:

  1. Terlalu besar sehingga perlu dilakukan operasi ceasar saat melahirkan.
  2. Mengalami hipoglikemia berat saat kelahiran.
  3. Mengalami “joundis” (warna kulit kekuningan), khususnya jika hati bayi belum cukup berkembang.
  4. Mengalami kesulitan bernafas, terutama jika paru-paru bayi belum cukup berkembang.

Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien diabetes gestasional antara lain dengan tetap mengutamakan pengaturan diet diabetes, apabila kadar gula darah terlampau tinggi bisa dilakukan opname untuk regulasi dengan insulin baik intravena maupun suntikan subkutan. Jadi usahakan pada semua penderita hamil untuk memilih pengobatan dengan pengaturan diet bila tidak tercapai keadaan kadar gula darah yang normal baru disuntik dengan insulin. Obat tambahan lain bisa dengan vitamin vitamin untuk menjaga kondisi tubuh pasien.

Yang perlu diperhatikan dalam pengaturan diet wanita hamil adalah kebutuhan kalori pada wanita hamil tidak sama dengan wanita normal sekalipun wanita hamil tersebut menderita kencing manis. Jumlah kalori untuk diet = berat badan ideal wanita hamil x (25-30)kalori + ekstra 200 - 300 kalori dengan perincian minimal 200 gr hidrat arang dan protein (1,5 - 2) gr/kg BB ideal.

Jika pada pemeriksaan berat badan bayi ditemukan bayinya besar sekali maka perlu dilakukan induksi pada minggu ke 36 - 38 untuk mencegah terjadinya komplikasi saat persalinan. Proses persalinan ini harus dalam pengawasan ketat oleh dokter spesialis kebidanan dan dokter spesialis penyakit dalam.

Biasanya setelah bayi lahir maka kadar gula darah akan kembali normal, apabila tidak, maka perlu dilanjutkan pemberian antidiabetes oral sampai jangka waktu tertentu. Untuk mencegah hal - hal yang tidak diinginkan konsumsi obat -obatan herbal dapat menjadi alternatif yang sangat direkomendasikan.

Wanita Hamil Penderita Diabetes Beresiko Lahirkan Anak Cacat

Wanita Hamil Penderita Diabetes Beresiko Lahirkan Anak CacatWanita hamil yang mengidap diabetes menghadapi risiko bayi terlahir dalam kondisi cacat atau menderita kelainan. Kontrol kadar gula darah adalah kunci utama menjaga kehamilan tetap sehat dan aman.


Secara umum, dikenal dua tipe diabetes mellitus (DM). DM tipe 1 biasanya terjadi sejak kanak-kanak dan akan tergantung asupan insulin seumur hidup. DM tipe 2 merupakan bentuk paling umum dan banyak dialami orang dewasa.

Adapun diabetes pada kehamilan dibedakan dua kategori, yaitu wanita yang sudah terkena diabetes sejak sebelum hamil maupun diabetes yang disebabkan kehamilan (diabetes gestasional). Ketika hamil, gula darah memang cenderung meningkat, tapi umumnya akan kembali normal setelah melahirkan.

Sebuah studi yang dilakukan peneliti asal Amerika dan Israel menyimpulkan bahwa wanita dengan diabetes gestasional berisiko lebih tinggi terkena kanker pankreas. Hal ini diduga terkait pelepasan sejumlah hormon tertentu dan peningkatan bobot badan selama kehamilan. Insulin sebagai pengatur kadar gula darah juga diproduksi di pankreas.

Dalam studi tersebut, tim peneliti menganalisis arsip kesehatan dari 40.000 wanita yang melahirkan dalam kurun waktu 1964-1976 di Yerusalem, Israel. Hasilnya, dari 410 wanita yang terdiagnosis diabetes gestasional, lima di antaranya menderita kanker pankreas.

Kepala peneliti dari Sekolah Kedokteran Universitas New York, Mary Perrin, mengemukakan, hasil temuan tersebut masih perlu dikembangkan lagi di kemudian hari. Namun, satu hal yang pasti, angka kasus diabetes gestasional terus meningkat sejalan naiknya epidemi obesitas alias kegemukan.

"Hal terpenting yang harus disadari adalah bahwa diabetes gestasional bisa saja menjadi pertanda awal risiko gangguan kesehatan lainnya seperti kanker pankreas," katanya.

Sementara itu, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika, pekan ini melansir studi terbaru yang melaporkan bahwa wanita hamil yang menyandang diabetes sejak sebelum hamil (pre-gestasional diabetes) berisiko 3-4 kali lebih tinggi memiliki bayi yang terlahir dengan kelainan atau kecacatan.

Studi yang dipublikasikan dalam American Journal of Obstetrics and Gynecology tersebut merupakan hasil penelitian terhadap data kesehatan dari 13.000 kasus kelahiran cacat di 10 negara bagian Amerika dalam kurun waktu 1997-2003. Sebagai pembanding adalah 5.000 data kelahiran sehat yang dipilih secara acak.

Hasilnya, sebanyak 93 persen kelahiran cacat memang tidak terkait diabetes. Namun, sekitar 2 persen bayi yang terlahir dengan satu kecacatan ternyata berasal dari wanita yang menyandang diabetes sejak sebelum hamil. Demikian halnya dengan 5 persen bayi yang lahir dengan lebih dari satu kecacatan. Sementara pada kelahiran sehat, persentase bumil dengan diabetes jauh lebih rendah.

Dalam studi tersebut, peneliti menganalisis lebih dari 40 tipe kecacatan pada bayi baru lahir, seperti kelainan bentuk jantung, tulang belakang, ginjal, hingga masalah pencernaan.

"Diabetes tidak pernah pandang bulu, termasuk dalam kaitannya dengan kelahiran cacat," kata kepala tim peneliti, Dr Adolfo Correa.

Saat ini, kasus kelahiran cacat dialami sekitar 1 dari 33 kelahiran di Amerika, dengan angka kematian sekitar 20 persen. Sayangnya, penyebabnya secara jelas belum diketahui. Namun, faktor risiko seperti obesitas, konsumsi alkohol, merokok, dan infeksi disinyalir menjadi pemicunya. (ip)

Penderita Diabetes Saat Hamil Cenderung Lahirkan Bayi Gemuk

NEW YORK–MIOL: Anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang terserang diabetes selama kehamilan lebih mungkin untuk kelebihan berat badan atau jadi gemuk dibandingkan teman sebaya mereka, demikian hasil suatu studi baru.

Namun, perawatan apa yang disebut diabetes saat hamil mengurangi resiko itu? Dr Teresa A. Hillier dan rekannya mengkaji hampir 10.000 pasangan ibu-anak yang terdaftar dalam rencana Kaiser Permanente di Hawaii dan di Pasifik Timur-laut selama masa dari 1995 sampai 2000. Perempuan yang sudah terserang diabetes tak dimasukkan.

Penelusuran anak-anak itu 5 sampai 7 tahun kemudian mengungkapkan hubungan besar antara berat tubuh mereka dan kadar gula darah ibu mereka ketika diperiksa selama kehamilan, demikian laporan para peneliti tersebut di dalam jurnal medis Diabates Care.

Secara khusus, seorang anak memiliki kemungkinan 28 persen lebih besar untuk kelebihan berat badan atau jadi gemuk ketika tingkat gula darah ibu mereka selama kehamilan berada pada posisi atas dibandingkan dengan yang memiliki gula darah pada posisi lebih rendah.

Menurut tim Hillier, kecenderungan itu tetap tinggi setelah penelitian pada peningkatan berat tubuh ibu, usia ibu, jumlah kehamilan, etnik, dan berat tubuh bayi saat dilahirkan.

Namun, analisis lebih lanjut memperlihatkan bahwa resiko kegemukan tak meningkat tajam di kalangan anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang menjalani perawatan diabetes saat hamil.

“Hasil kami menunjukkan bahwa ‘jejak motabolis’ anak untuk mengalami kegemukan pada masa depan terlihat dengan satu, atau lebih, kondisi tidak normal dalam pemeriksaan toleransi gula darah,” demikian kesimpulan Hillier dan rekannya. “Resiko tersebut dapat berubah melalui perawatan diabetes saat hamil.”

hydrocephalus

Berikut adalah kumpulan artikel tentang hidrocephalus. Ini berguna untuk anda yang sedang mencari bahan dan data-data untuk dijadikan makalah atau pun skripsi. SELAMAT MENIKMATI.

hydrocephalus

A. Latar Belakang.
Hydrocephalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu hydrocephalus dikenal sebagai penyeban penyakit ayan. Di saat ini dengan teknologi yang semakin berkembanga maka mengakibatkan polusi didunia semakin meningkat pula yang pada akhirnya menjadi factor penyebab suatu penyakit, yang mana kehamilan merupakan keadaan yang sangat rentan terhadap penyakit yang dapat mempengaruhi janinnya, salah satunya adalah Hydrocephalus. Saat ini secara umum insidennya dapat dilaporkan sebesar tiga kasus per seribu kehamilan hidup menderita hydrocephalus. Dan hydrocephalus merupakan penyakit yang sangat memerlukan pelayanan keperawatan yang khusus.
Hydrocephalus itu sendiri adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang subaracnoid, ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001). Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur tetapi paling banyak pada anak usia dibawah 6 tahun.
Dari data yang didapat dalam kurun waktu 6 (enem) tahun pada kasus Hydrocephalus di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda khususnya ruang Angsoka terdapat 101 kasus hydrocephalus dari 6233 kasus penyakit saraf yang ada.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut diatas, perumusan masalah yang dapat dibuat yaitu “Bagaimana pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada An.S dengan diagnosa medis Hydrocephalus yang dirawat di Rumah Sakit Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda?”
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini terbagi menjadi :
1. Tujuan Umum.
Mengetahui dan mendapatkan gambaran mengenai Asuhan Keperawatan pada An.S dengan Hydrocephalus di Ruang Angsoka Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
2. Tujuan Khusus.
Mendapatkan pengalaman yang nyata pada An.S dengan Hydrocephalus di Ruang Angsoka Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda tentang :
a. Pengkajian, analisa data yang ditemukan.
b. Menyusun diagnosa keperawatan yang muncul.
c. Menyusun rencana Asuhan Keperawatan.
d. Melaksanakan intervensi keperawatan.
e. Melakukan evaluasi dari Asuhan Keperawatan yang diberikan.
f. Melakukan pendokumentasian.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif tipe studi kasus. Metode ini memberikan gambaran yang sedang terjadi atau berlangsung dan actual. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :
1. Wawancara atau anamnesa. Tehnik ini dugunakan untuk menggali data melalui informasi dari keluarga dan diskusi dengan perawat dan tenaga kesehatan lainnya.
2. Observasi. Dengan cara melakukan pengamatan secara langsung pada klien dan mengamati keadaan klien serta menganal barbagai masalah yang timbul pada klien dengan Hydrocephalus.
3. Pemeriksaan fisik. Tehnik ini meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi serta pemeriksaan neurologist yang meliputi fungsi saraf cranial, fungsi motorik, fungsi sensorik dan fungsi reflek.
4. Study dokumentasi. Dengan cara menggunakan metode pengumpulan data yang berkaitan dan diperoleh dari status pasien, catatan keperawatan dan catatan medis.
5. Study perpustakaan. Dengan cara menggunakan bahan yang ada kaitanya dengan judul karya tulis ini berupa buku–buku baik dari segi medis maupun dari sumber keperawatan, diklat dan lain-lain yang dapat mendukung teori yang ada.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis membagi menjadi 5 (lima) Bab yang masing-masing terdiri dari sub-sub bahasan atau uraian yang saling berkaitan.
Bab pertama Pendahuluan, bab ini beriskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan. Bab kedua Tinjauan Pustaka, menguraikan tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, komplikasi serta pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Bab ketiga Tinjauan Kasus, terdiri dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pada kasus nyata dilapangan. Bab keempet Pembahasan, yang menjelaskan tentang kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus. Bab kelima Penutup, yang berisikan kesimpulan dan saran, dilanjutkan dengan daftar pustaka.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Menurut Mumenthaler (1995) definisi hydrocephalus yaitu timbul bila ruang cairan serebro spinallis internal atau eksternal melebar.
Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertmbahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal (Ngastiyah, 1997).
Hydrocephalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat pada tempat sepanjang perjalanannya, timbulnya Hydrocephalus akibat produksi yang berlebihan cairan serebro spinal dianggap sebagai proses yang intermiten setelah suatu infeksi atau trauma. Ini dapat terjadi kelainan yang progresif pada anak-anak yang disebabkan oleh papiloma pleksus, yang dapat diatasi dengan operasi (Mumenthaler, 1995).
Klasifikasi Hydrocephalus cukup beragam, tergantung pada factor yang berkaitan dengannya. Menurut Harsono (1996), berikut ini klasifikasi Hydrocephalus yang sering dijumpai diberbagai buku :
a. Menurut gambaran klinik, dikenal Hydrocephalus yang Manifes (Overt hydrocephalus) dan Hydrocephalus yang tersembunyi (Occult hydrocephalus). Hydrocephalus yang namak jelas dengan tanda-tanda klinis yang khas disebut Hydrocephalus Manifes, sementara itu Hydrocephalus dengan ukuran yang normal disebut Hydrocephalus yang tersembunyi.
b. Menurut waktu pembentukan dikenal dengan Hydrocephalus congenital dan Hydrocephalus akuisita. Hydrocephalus yang terjadi pada neonatus atau yang berkembang selama intra-uterin disebut Hydrocephalus congenital sedangkan Hydrocephalus yang terjadi karena cidera kepala selama proses kelahiran disebut Hydrocephalus infantil, sedangkan Hydrocephalus akuisita adalah Hydrocephalus yang terjadi setelah masa neonatus atau disebebkan oleh factor-factor lain setelah masa neonatus.
c. Menurut proses terbentuknya dikenal Hydrocephalus akut yaitu Hydrocephalus yang terjadi secara mendadak sebagai akibat obstruksi atau gangguan absorpsi cairan serebro spinal, dan Hydrocephalus kronik yaitu apabila perkembangan Hydrocephalus terjadi setelah aliran cairan serebro spinal mengalami obstruksi beberapa minggu.
d. Menurut sirkulasi cairan serebro spinal , dikenal Hydrocephalus komunikans dan Hydrocephalus non-komunikans. Hydrocephalus komunikans adalah Hydrocephalus yang memperlihatkan adanya hubungan antara cairan serebro spinal system ventrikulus dan cairan serebro spinal dari ruang subarachnoid, Hydrocephalus non-komunikans berarti cairan serebro spinal system ventrikulus tidak berhubungan dengan cairan serebro spinal ruang subarachnoid.
Hydrocephalus secara teoritis hal ini terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu : produksi likuor yang berlebih, peningkatan resistensi aliran likuor dan peningkatan tekanan sinus venosa. Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah peningkatan tekanan intracranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorpsi (Listiono, 1998).
Hydrocephalus terjadi bila tempat penyumbatan aliran cairan serebro spinal pada salah satu tempat antara tempat pembentukan cairan serebro spinal dalam system ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatsi ruangan cairan serebro spinal diatasnya. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinik ialah foramen monroi, foramen luschka dan magendie, sisterna magna dan sisterna basialis. Secata teoritis pembentukan cairan serebro spinal yangn terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang normal akan menyebabkan terjadinya Hydrocephalus, dapat juga Hydrocephalus pada bayi diakibatkan oleh kelainan bawaan (congenital), infeksi, neoplasma dan pendarahan (Ngastiyah, 1997).
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) patofisiologi dari Hydrocephalus yaitu tyerjadi karena adanya gangguan absorbsi cairan serebro spinal dalam subarachnoid dan atau adanya obstruksi dalam ventrikel yang mencegah cairan serebro spinal masuk kerongga subaracnoid karena infeksi, neoplasma, perdarahan atau kelainan bentuk perkembangan otak janin, cairan terakumulasi dalam ventrikel dan mengakibatkan dilatasi ventrikel dan penekanan organ-organ yang terdapat dalam otak.
Patofisiologis :
Produksi CSS
Sumbatan aliran CSS
Yang melalui ventrikel Gangguan absorbsi CSS
Di ruang subarachnoid

Akumulasi CSS di ventrikel

Ventikel berdilatasi dan menekan organ-organ yang terdapat
didalam otak

terjadi peningkatan TIK

Etiologi dari Hidrocephalus ada empat yaitu kelainan bawaan, infeksi, neoplasma dan pendarahan (Ngastiyah, 1997).
Adapun sebebnya Hydrocephalus terjadi sebagai akibat dari obstruksi, gangguan absorbsi atau kelebihan produksi cairan serebro spinal.
Komplikasi yang mungkin timbul pada Hydrocephalus ialahpeningkatan intracranial, kerusakan otak, infeksi (Septikemia, endokarditis, infeksi luka, nefritis, meningitis, ventrikulitis, abses otak), shunt tidak berfungsi dengan baikj akibat abstruksi mekanik, hematoma subdural, peritonitis, abses abdomen, perforasi organ dalam rongga abdomen, fistula, hernia dan ileus serta pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian (Suriadi dan Yuliani, 2001).
A. Pengkajian
Pengkajian pada Hydrocephalus menurut Suradi dan Yuliani (2001), yaitu pembesaran kepala pada bayi atau lingkar kepala, ukuran ubun-ubun menonjol bila menangis, vena terlihat jelas pada kulit kepala, binyi cracked pot pada perkusi, tanda setting sun, penurunan kesedaran, oposthotonus, spesifik pada ekstrimitas bawah, tanda peningkatan tekanan intracranial (muntah proyektil, pusing, papil edema), perubahan tanda vital khususnya pernafasan, pola tidur, prilaku dan interaksi
B. Diagnosa Keperawatan
Pasien Hydrocephalus adalah pasien yang sangat menderita dan memerlukan perawatan khusus karena adanya kerusakan saraf yang menimbulkan kelainan neurologist berupa gangguan kesedaran sampai pada gangguan pusat vital. Masalah yang perlu diperhatikan adalah gangguan neurologist, resiko terjadinya decubitus, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit (Nyastiyah,1997).
Masalah keperawatan menurut Suradi dan Yuliani (2001), ada enam yaitu :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan meningkatnya volume cairanserebro spinal, meningkatnya tekanan intracranial.
2. Resiko injury berhubungan dengan pemasangan shunt.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan adanya tindakan untuk mengurangi tekanan intracranial, meningkatnya tekanan intracranial.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan efek pemasangan shunt.
5. Perubahan peruses keluarga berhubungan dengan kondisi yang mengancam kehidupan anak.
6. Antisipasi berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan anak.
C. Perencanaan
Rencana tinmdakan sesuai teoti yang dirtetepkan olah Suriadi dan Yuliani tahun 2001, pada Hydrocephalus adalah :
1. Cegah komplikasi dengan :
a. Ukur lingkar kepala setiap 8 jam.
b. Monitor kondisi frontanel
c. Atur posisi anak miring kearah yang tidak dilaksanakan tindakan operasi.
d. Jaga posisi kepala tetap sejajar dengan tempat tidur untuk menghindari pengurangan tekanan intracranial yang tiba-tiba.
e. Observasi dan nilai fungsi neurologis tiap 15 menit hingga tanda-tanda vital stabil.
f. Laporkan segera tiap perubahan tingkah laku atau perubahan tanda-tanda vital.
g. Nilai kesadaran balutan terhadap adanya perdarahan dan daerah sekitar operasi terhadap tanda-tanda kemerahan dan pembengkakan setiap dua jam.
h. Ganti posisi setiap dua jam dan jika perlu gunakan matras yang berisi udara untuk mencegah penekanan yang terlalu lama pada daerah tertentu
2. Cegah terjadinya infeksi dan injury :
a. Laporkan segera jika terjadi perubahan tanda vital atau tingkah laku.
b. Monitor daerah sekitar operasi terhadap adanya tanda-tanda kemerahan atau pembengkakan.
c. Pertahankan kondisi terpasangnya shunt yang tidak baik maka segera untuk kolaborasi untuk pengangkatan atau penggantian shunt.
d. Lakukan pemijatan pada selang shunt untuk menghindari sumbatan pada awalnya.
3. Bantu penerimaan orang tua tentang keadaan anak dan dapat berpartisipasi :
a. Berikan kesempatan pada orang tua atau anggota keluarga untuk mengekspresikan perasaan.
b. Hidari dalam pemberian pernyataan yang negative.
c. Tunjukkan tingkah laku yang menerima keadaan anak.
d. Berikan dorongan pada orang tua untuk membantu perawatan anak, ijinkan orang tua melakukan perawatan pada anak dengan optimal.
e. Jelaskan seluruh tindakan dan pengobatan yang dilakukan.
f. Berikan dukungan pada tingkah laku orang tua yang positif.
g. Diskusikan tingkah laku orang tuayang menunjukkan adanya frustasi.
D. Pelaksanaan
Pelaksanaan yang akan dilakukan sesuai dengan perencanaan diatas yaitu :
1. Mencegah komplikasi.
a. Mengukur lingkar kepala setiap 8 jam.
b. Memonitor kondisi fontanel.
c. Mengatur posisi anak miring kearah yang tidak dilakukan tindakan operasi.
d. Menjaga posisi kepala tetap sejajar dengan tempat tidur untuk ,menghindari tekanan intracranial yang tiba-tiba.
e. Observasi dan nilai fungsi neurologist tiap 15 menit hingga tanda-tanda vital stabil.
f. Melaporkan segera setiap perubahan tingkah laku misalnya : mudah terstimulasi, menurunnya tingkat kesadaran, atau perubahan tanda-tanda vital.
g. Menilai keadaan balutan terhadap adanya perdarahan dan daerah sekitar operasi terhadap tanda-tanda kemerahan dan pembengkakan setiap 15 menit hingga tanda vital stabil, selanjutnya setiap 2 jam.
h. Mengganti posisi setiap 2 jam dan jika perlu gunakan matras yang berisi udara untuk mencegah penekanan yang terlalu lama pada daerah tertentu.
2. Mencegah terjadinya infeksi dan injury :
a. Melaporkan segera jika terjadi perubahan tanda vital (meningkatnya temperature tubuh) atau tingkah laku.
b. Memonitor daerah sekitar operasi terhadap adanya tanda-tanda kemerahan atau pembengakakan.
c. Mempertahankan kondisi terpasangnya shunt tetap baik, jika kondisi shunt yang tidak baik maka segera berkolaborasi untuk pengangkatan atau penggantian shunt.
d. Melakukan pemijitan pada selang shunt untuk menghindari sumbatan pada awalnya.
3. Membantu penerimaan orang tua tentang keadaan anak dan dapat beradaptasi :
a. Memberikan kesempatan pada orang tua atau anggota keluarga untuk mengekspresikan perasaan.
b. Menghindari dalam memberikan pernyataan yang negative.
c. Menunjukan tingkah laku yang memerima keadaan anak (menggendong, berbicara dan memberikan kenyamanan pada anak).
d. Memberikan dorongan pada orang tua untuk membentu perawatan anak, ijinkan orang tua melakukan perawatan pada anak dengan optimal.
e. Menjelaskan seluruh tindakan dan pengobatan yang dilakukan.
f. Memberikan dukungan pada tingkah laki orang tua yang positif.
g. Mendiskusikan tingkah laku orang tua yang menunjukkan adanya frustasi.
E. Evaluasi
Menurut Suradi dan Yuliani (2001), hasil yang akan dicapai :
1. Anak akan menunjukan tidak adanya tanda-tanda komplikasi perfusi jaringan serebral adekuat.
2. Anak akan menunjukan tanda-tanda terpasangnya shunt dengan tepat.
3. Anak tidak akan menunjukan tanda-tanda injury.
4. Anak tidak akan menunjukan tanda-tanda infeksi (tumor, rugor, dolor, kalor, fungsi laesa).
5. Orang tua akan menerima anak dan akan mencari bantuan untuk mengatasi rasa berduka.

AMPUTASI

amputasi

Berikut adalah kumpulan artikel tentang pasien yang diamputasi. Ini berguna untuk anda yang sedang mencari bahan dan data-data untuk dijadikan makalah atau pun skripsi. SELAMAT MENIKMATI.

Amputasi

Amputasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk menyelamatkan seluruh tubuh dengan mengorbankan bagian tubuh yang lain. Terdapat berbagai sebab mengapa dilakukan amputasi. 70% amputasi dilakukan karena penyumbatan arteri yang sebagian besar disebabkan oleh diabetes melitus; 30% amputasi dilakukan karena adanya trauma; 5% amputasi dilakukan karena adanya tumor dan 5% lainnya karena cacat kongenital.

90% dari orang yang diamputasi mengalami apa yang disebut sebagai phantom pain. Phantom pain adalah rasa sakit, nyeri, gatal atau sensasi lainnya yang dirasakan pada bagian tubuh yang diamputasi dan seolah-olah bagian tubuh tersebut masih ada.

Tidak diketahui secara pasti penyebab dari phantom pain namun diperkirakan bahwa asal mula fenomena misterius ini adalah dari bagian otak yang bernama cortex somatosensorik. Cortex somatosensorik merupakan bagian otak yang menyimpan semua peta somatotopik yang berisi mengenai bagian-bagian tubuh kita.

Pada pasca amputasi terjadi perubahan peta somatotopik akibat kehilangan salah satu bagian dari peta tersebut. Ini mengakibatkan otak meresponsnya dengan menyambung kembali sirkuit-sirkuit yang tidak lagi menerima impuls dari bagian yang diamputasi. Adanya perubahan ini mungkin akan menimbulkan impuls yang akhirnya dipersepsikan sebagai nyeri. Peristiwa ini juga berkaitan dengan fluktuasi tiga substrat penting yaitu kortisol, serotonin, dan substansi P yang mempengaruhi proses neuroplastisitas, memori, dan nyeri. Perubahan-perubahan inilah yang menjadi penyebab terjadinya phantom pain.

Namun, kehilangan anggota badan tidak berarti kehilangan representasinya di otak. Teori Neuromatriks dari Melzack mengenai adanya engram pada fenomena phantom menyatakan bahwa tubuh adalah sebagai kesatuan bagian dari diri sendiri. Persepsinya tidak akan hilang dan pada kondisi tertentu akan dimunculkan kembali ke perrnukaan.

Dalam perjalanan waktu, pasca amputasi anggota gerak akibat trauma pada manusia dewasa, terjadi perubahan signifikan pada karakteristik fenomena phantom yang merupakan konsekuensi neuroplastisitas sentral. Adaptasi sentral berkaitan dengan adaptasi perifer yang diikuti penumpukan kadar kortisol, substansi P, dan peningkatan serotonin dalam masa 6 bulan pasca amputasi. Ditemukan perubahan signifikan menunjukkan adanya korelasi antara berbagai faktor fisik maupun kimiawi. Berbagai perubahan karakteristik ini dipercepat dengan penggunaan aktif prostesis fungsional. Dapat disimpulkan bahwa peran prostesis tidak hanya terbatas untuk aktifitas sehari-hari tapi terutama mempercepat perubahan karakteristik fenomena phantom.

Resiko phantom pain ini dapat meningkat apabila pasien mengalami nyeri sebelum amputasi. Telah diketahui bahwa orang yang mengalami nyeri pada bagian tubuh yang hendak diamputasi mempunyai kecenderungan untuk mengalami phantom pain segera setelah amputasi dilakukan. Hal ini mungkin terjadi karena otak masih menyimpan memori nyeri yang dirasakan dan terus mengirimkan sinyal nyeri walaupun bagian tubuh itu sudah tidak ada lagi. Lamanya phantom pain ataupun derajatnya berbeda pada masing-masing orang.

Bagaimana penatalaksanaan bagi pasien-pasien dengan phantom pain ini??
Sebetulnya tidak ada penatalaksanaan baku untuk kasus seperti ini. Obat-obatan seperti golongan antidepressan, anticonvulsan, dan opioid dapat menjadi pilihan.

Terapi lainnya yaitu dengan TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation). Pada TENS terdapat sebuah perangkat yang dapat menghambat impuls nyeri untuk sampai ke otak. Walaupun terapi ini aman dan tidak sakit, namun tidak semua kasus phantom pain dapat diatasi dengan metode ini.

Selain itu dapat juga dilakukan akupuntur, densitisasi pada bagian yang diamputasi, dan dengan mirror therapy. Pada mirror therapy, pasien dihadapkan pada kaca sehingga ia dapat melihat bahwa bagian tubuh yang sakit itu sebenarnya sudah tidak ada lagi.

Penelitian mengenai phantom pain kini masih terus berkembang dan diharapkan akan membawa kepada suatu penemuan baru dalam usaha penanggulangan fenomena ini.

Sumber:
Chan, Brenda L., Richard Witt, et al. The New England Journal of MedicineVolume 357:2206-2207 : “Mirror Therapy for Phantom Limb Pain”.
Halstead,Lauro S., Martin Grabois. Medical Rehabilitation. New York : Raven Press.
www.mayoclinic.com

Gara-gara Pengobatan Alternatif, Kaki Harus Amputasi

BANDUNG, RABU - Akibat berobat di tempat pengobatan alternatif, Ade Peri Hidayat (31), warga Kampung Sukasari Cebek Soreang, Kabupaten Bandung, harus merelakan kaki sebelah kirinya diamputasi.

"Saat ini, kondisi kaki sebelah kiri milik Ade telah berwarna hitam dan mengeluarkan bau daging busuk," ucap istrinya, Ida (28), di Ruang Perawatan Ortopedi Lantai 2, Rumah sakit Hasan Sadikin Bandung (RSHS), Selasa.

"Awalnya suami saya jatuh dari motor, terus kakinya terkilir. Lalu saya bawa berobat di tempat urut di daerah Cikalong Wetan dan ternyata bukannya sembuh malah jadi busuk," katanya kepada para wartawan.

Menurutnya, setelah dibawa ke tukang urut di daerah Cikalong Wetan, kaki suaminya dibalut oleh perban serta dilakukan pembebatan dengan menggunakan bambu di bagian kaki yang mengalami luka.

Ia menjelaskan, tujuan dilakukan pembebatan dengan menggunakan bambu untuk mengembalikan posisi tulang kaki suami supaya kembali pada keadaan normal.

Namun, setelah dilakukan pembebatan dengan menggunakan kayu tersebut, selama 10 hari, dari tanggal 1 hingga 10 Oktober 2008,bukanlah kesembuhan yang diterima oleh suaminya, melainkan tulang kering kaki sebelah kiri suaminya berubah berwarna hitam serta dagingnya menjadi busuk.

Salah seorang dokter spesialis ortopedi RSHS Bandung, dr Widya A Sp OT, mengatakan, sebenarnya kaki Ade dapat diselamatkan tanpa melakukan amputasi jika ditangani dengan baik dan sesuai prosedur medis.

Widya mengemukakan, kasus yang dialami Ade sebenarnya dapat diatasi dengan cepat jika tahu cara penanganan yang tepat.

Ia menyatakan, penyebab pembusukan pada kaki Ade karena proses pembebatan yang dilakukan terlalu berlebihan.

"Bisa saja, pas dilakukan pembebatan dengan kayu tadi, diikatnya terlalu kencang, lalu darah tidak mengalir ke bagian tersebut sehingga otot kakinya berwarna hitam dan busuk," kata Widya.

Dari peristiwa tersebut, ia berpesan supaya masyarakat lebih berhati-hati jika ingin berobat dengan metode pengobatan alternatif.

Namun, ia juga menyatakan, bukan berarti semua pengobatan alternatif akan berdampak negatif. "Tidak semua pengobatan alternatif berakibat buruk" tegasnya.

Madu Cegah Amputasi Pasien Diabetes

Mengoleskan madu pada bagian kaki yang luka, merupakan alternatif untuk menghindari terjadinya amputasi pada pasien diabetes. Hal tersebut dibuktikan oleh seorang dokter dari Universitas Wisconsin, AS, yang berhasil membantu pasien-pasiennya menghindari amputasi. Kini ia berencana menyebarkan terapi madu tersebut.

Menurut Profesor Jennifer Eddy dari University School of Medicine and Public Health, madu bisa membunuh bakteri karena sifat asamnya, selain itu madu juga efektif menghindari sifat kebal bakteri akibat penggunaan antibiotik. "Ini adalah hal yang penting dalam dunia kesehatan," katanya. Dalam terapi madu ini, bagian yang luka baru bisa diolesi setelah kulit mati dibersihkan.

Pasien diabetes memang seharusnya sejak dini memerhatikan secara serius bagian kaki, terutama untuk mencegah terjadinya luka yang berlanjut dengan infeksi. Memberi perhatian serius pada kaki dengan melakukan kontrol yang baik terhadap penyakit diabetes yang diidap disebabkan timbulnya gangguan pada kaki penderita diabetes.

Gangguan itu berupa kerusakan pada saraf dan kerusakan pembuluh darah dan infeksi yang membuat penderita diabetes mengalami mati rasa (baal) pada kakinya. Karena itu, biasanya penderita diabetes tidak menyadari terjadinya luka pada kaki karena tak langsung tampak.

Terapi madu telah digunakan sebagai pengobatan alternatif di Eropa, bahkan di Selandia Baru terapi ini dipakai untuk mengobati sulit tidur. Profesor Eddy mulai tertarik untuk mencoba terapi madu setelah mengetahui tradisi penggunaan madu dalam dunia pengobatan masa lampau.

Ia mulai melakukan uji coba sejak enam tahun lalu. "Saya mulai mencoba terapi ini setelah segala pengobatan gagal. Sejak kami memakai madu, penggunaan semua jenis antibiotik kami hentikan dan berhasil," katanya. Sampai saat ini penelitian tersebut masih berlanjut dan diharapkan selesai pada tahun 2008 atau 2009.